Serpihan untuk Mereka yang Tersayang
(Inak)

 
Dear ibundaku tercinta…
            Bunda…, bagaimana kabarmu? Semoga engkau selalu dalam keadaan baik dan senantiasa dalam perlindunganNya.
 ah, bunda…, aku terbiasa memanggilmu ‘Inak’ sebenarnya. Kau mengajarkan kami untuk memanggilmu ‘Inak’ _____ inak yang berarti ibu di dalam bahasa Sasak____. Aku ingat, kadang-kadang aku memanggilmu dengan bunda J, atau Habib (satu-satunya anak laki-lakimu) sering kali menggodamu dengan panggilan mama, maka kau akan tersipu malu. Hihihi, Inak pemalu ya…. maka jadilah di setiap harinya, kami memanggilmu ‘Inak’.
Disini, Nanda akan menaburkan serpihan melati dengan sebutan terindah itu, Inak…
            Bahwa sebenarnya hati ini teramat merindukanmu, mencintaimu, menyayangimu,
Inak, kami tau tentu saja rasa kami terhadapmu tak seberapa dari pada kecintaanmu yang tulus. Kau bersedia mempersembahkan hidup dan matimu demi kami anak-anakmu. Tak ada pamrih dalam setiap kebaikan yang kau berikan. Bagimu apapun akan engkau lakukan untuk kebaikan anak-anakmu.
Inak…
            Maafkan kami ya…, yang sering kali salah menafsirkan kasih sayangmu. Sungguh maafkan kami. Seringkali hati ini bersu’uzon terhadapmu ketika keinginan kami tak searah dengan maumu. Kami merasa kau teramat cerewet, mengomel dan sering memarahi kami. Kami sering merasa kau itu adalah pengatur ulung, yang kerjaannya selalu mengatur tingkah dan perilaku kami. Kau bilang, “Nak…, gak usah begitu !”, “Jangan seperti ini !”, “Belajar, Nak…!”, “Ngaji…!”, “waktunya makan..!”, “Ayo cepat ambil wudhu, Sholat-sholat…!”, dan lainnya. Padahal, itu demi kebaikan kami sendiri. Kami seolah tak mau tau dengan segala kebaikanmu. Kami sering kali mengacuhkanmu.
Inak…
            Maafkan kami jika sering membuatmu bersedih dan murung, yang sering menyakiti hatimu, yang sering teriak dihadapanmu, marah-marah dan teramat acuh. Maafkan kami yang terlampau keterlaluan melanggar nasehat-nasehatmu. Maafkan kami yang tak pernah menampakkan senyum di wajah kami, yang hanya bermuka masam di hadapmu. Sungguh kami minta maaf. Kami sadar kami salah, tapi terkadang kesalahan itu kami buat makin salah dengan ketidak inginan kami memperbaikinya, keacuhan kami terhadap  kesalahan itu sendiri.
            Sejujurnya, kami ingin membuatmu tersenyum dan bahagia setiap hari. Kami ingin menjadi mutiara penghibur hatimu yang lara. Kami ingin membuatmu bangga menjadi ibu kami. tapi terkadang kami hanya mematung menunggu keajaiban itu. Kami tidak berusaha, dan itu salah.
Inak…, maaf ya…
            Belum bisa membuatmu bangga dan bahagia. Kami sering merepotkanmu, membuatmu menangis dengan kenakalan kami.
Inak…,
Ingat tidak, waktu aku yang tak mengucapkan selamat hari ibu untukmu, aku yang tak mengirimkan do’a untukmu waktu itu ?!
Betapa sepanjang malam ketika perayaan hari ibu itu aku memikirkanmu, aku ingin sekali mengucapkan terimakasih atas kebaikanmu. Aku ingin mengucapkannya langsung. Tapi aku tak mampu. Karena tak ada media apapun untuk hanya sekedar mengirimkan pesan untukmu. Waktu itu aku di pesantren dan alat-alat elektronik seperti hp tak di perbolehkan membawanya (ya, saat itu hp ku juga belum ada )
Tapi, percaya enggak…,
Kalau setiap hari, aku selalu mendoakanmu. Aku ingin engkau salalu dasayangi dan dilindungi oleh Allah. Aku ingin kau selalu bahagia dan tersenyum. Aku ingin kau selalu sehat dan kuat. Walaupun aku tau, engkau adalah perempuan yang paling kuat. Aku berdoa untukmu tidak hanya pada hari istimewa itu, walaupun do’amu untuk kami lebih banyak dan tak terhingga. Kami memang tak bisa membalas segala kebaikanmu. Menyetarakannyapu kami tak mampu.
Inak…,
Selang beberapa hari setelah hari istimewa itu, aku bisa pulang. Sosok pertma yang aku cari adalah sosokmu. Sore itu, sehabis hujan, kau di halaman belakang dengan sapu lidi di tanganmu. Kau berjongkok menyapu daun-daun kering yang basah. Aku menghampirimu, tau tidak…, hatiku berdegup kencang. Ada haru yang mendalam dan rasa bersalah. Kuciumi tanganmu, lalu kemudian aku memelukmu…, “maaf ya…?aku tak mengucapkan selamat hari ibu.” Kataku. Ada bulir air mata yang mengalir di pipiku. Aku dapat merasakan hatimu. Mungkin kau juga terharu, maka cepat-cepat kau melepaskan pelukanmu dan menyapaku riang. Tapi aku tau, kau ingin menangis juga. Ingatkah…?
Kau selalu malu, inak…. Kau teramat pemalu
Inak…,
Kau adalah permpuan yang paling kuat, baik hati, yang teramat halus perasaannya. Kau selalu membagi kekuatanmu itu pada kami.
Ketika aku mengeluhkan diriku, ketika aku menangis mengadukan banyak hal, kau selalu menyikapinya dengan bijak.
Aku pernah mengeluh tentang ketidak mampuanku terhadap jurusanku. Dan kau bilang, “Tak a pa, InsyaAlloh inilah yang terbaik dari Allah, Ia yang Maha tau segala yang terbaik. Sekarang jalani saja. Belajar yang rajin dan jangan lupa brdo’a. ketika kita tidak tau kita tak mampu, maka kita akan terus berusaha dan belajar.” Apa kau ingat petuah bijakmu itu, Inak…
Sungguh, kau mentransfer kekuatan yang teramat dahsyat padaku. Hingga aku selalu yakin, ini adalah jalan yang dipilihkan Allah untukku. Jalan yang terbaik. Ya, semua ada hikmahnya. Aku tak tau apa yang terjadi jika aku tak belajar di bidang study ini. Bagaimanapun Allah selalu memberi yang terbaik, skenarionya tak perlu di edit, selalu benar. Terimakasih Inak….
Inak…,
Maaf ya…, sepertinya seiring pertumbuhan kami, kami semakin nakal dan tak baik. Sering mengecewakanmu. Tapi kami tau, kau selalu memaafkan kami. tidak seperti kami yang pendendam. Kau selalu memaafkan kami sekalipun kami tak pernah mengucap maaf padamu.
Inak…,
Kau selalu berpesan untuk selalu membaca al-Qur’an setiap hari. Jangan meninggalkannya walau hanya membaca satu ayat saja dalam sehari.
Kau juga selalu mendo’akanku, do’a yg sering kau ucapkan ketika akan mengakhiri telepon adalah, “Semoga kau sukses, dapat ilmu barokah dan bermanfaat…, aaamiiin. Jangan lupa berdo’a dan rajinlah belajar !”
insyaAlloh, Inak…, terimakasih untuk segla cinta dan kasih saying yang tak bersyarat untuk kami, terimakasih untuk segala kebaikan yang tulus tanpa pamrih ini…,
semoga kau selalu baik dan senantiasa dalam perlindunganNya…., Aaamiiin

serpihan serpihan melati dalam pena . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates