Ketika Aku Serupa Debu
“Ibu, aku ingin bercerita…
Saat ini, wajahmu selalu lekat pada binar mataku. Dimanapun aku
berada. Sejauh apapun langkah kakiku menapaki bumi dan ragaku menjauh dari
ragamu. Aku tahu, kau yang mendominasi seluruh aku saat ini.
Tidak, ibu… tidak ! tolonglah jangan sela aku sebentar saja. aku
ingin berbahasa langit denganmu. Menyelami lautan hatimu. Walau terkadang aku
tak sepenuhnya mengerti setiap dendangnya.
Tidak, ibu…! Jangan bujuk aku untuk berdiam saja. aku tetap ingin
menelusup ke palung hatimu. Tak apa, walau tak menyentuhnya. Tolong jangan
bujuk aku tuk tak bertutur. Jadi, dengarkanlah…”
Ibu, aku bertemu
mereka disebuah rumah suci yang senantiasa ternaungi cahaya ilahi. Gemerlap
cahaya berpendar-pendar menghiasi wajah-wajah berseri meneduhkan. Mereka tak
pernah letih dengan terik matahari, karena ada sayap-sayap malaikat yang
manaungi tiap pijakan dalam langkah kaki mereka.
“Ibu, aku butuh
telingamu dan tatapan sejukmu”
Iya, aku bertemu dengan mereka. Mereka kecil-kecil dengan wajah
yang bersih. Bola mata mereka bening berkilau-kilau. Lucu menggemaskan. Berjalan
tanpa iringan keberadaanmu setiap hari. Tapi tahukah, mereka mengenal Tuhan
mereka melebihi kenalnya aku. mereka mulia, mereka besar, mereka tinggi dengan
ilmu-ilmu mereka. Aku mengerti, walau raga mereka tak selalu bersua denganmu,
namun tiap helaan nafas mereka selalu kau iringi dengan doa-doamu.
Senyum dan tawa mereka seumpama kapas. Ringan. Mereka orang-orang
terpilih. Sosok-sosok suci dalam keikhlasan dan ridho para kaummu. Kehidupan
mereka sempurna dalam keridhoan bangsamu, ibu…
Maka kalau sudah begitu, Ridho Allah pun tak kan pernah luput pada
mereka.
“Ibu, mereka
yang mengingatkanku akan mulianya engkau, lapangnya hatimu, bijaknya sikapmu. Kau
manusia tangguh. Walau aku tak sepenuhnya paham, tapi aku rasa hatimu terlampau
hebat untuk menaklukkan egomu.
Ibu…,
Dalam pandanganku, seringkali cintamu tak elok, jalan kita tak
searah. Maafkanlah aku…
Betapa aku malu pada mereka. Maafkan karena tak pernah mensyukuri
keberadaanmu. Tak pernah menyadari sucinya cintamu. Cintamu yang tak pernah
pamrih. Inginmu hanya untuk kepentinganku bukan kepentinganmu. Hanya ‘sholeh
dan sholehah’. Benarlah engkau, dan tetaplah doakan anakmu ini.
Ibu…
Ketika aku serupa debu, aku tahu kau tak akan pernah
meninggalkanku. Kau akan tetap disini. Melindungiku dari desahan angin dan
deraian hujan deras.
Aku tahu. Aku tahu, kau akan tetap disini.”
Jazmina Shofiya
04:25
“Hatiku selalu ingin di sisimu. Tapi, ini derap kaki dalam hidup
yang ku pilih”