Rabu, 10 September 2014
            “Ibu, aku ingin bercerita…
Saat ini, wajahmu selalu lekat pada binar mataku. Dimanapun aku berada. Sejauh apapun langkah kakiku menapaki bumi dan ragaku menjauh dari ragamu. Aku tahu, kau yang mendominasi seluruh aku saat ini.
Tidak, ibu… tidak ! tolonglah jangan sela aku sebentar saja. aku ingin berbahasa langit denganmu. Menyelami lautan hatimu. Walau terkadang aku tak sepenuhnya mengerti setiap dendangnya.
Tidak, ibu…! Jangan bujuk aku untuk berdiam saja. aku tetap ingin menelusup ke palung hatimu. Tak apa, walau tak menyentuhnya. Tolong jangan bujuk aku tuk tak bertutur. Jadi, dengarkanlah…”

            Ibu, aku bertemu mereka disebuah rumah suci yang senantiasa ternaungi cahaya ilahi. Gemerlap cahaya berpendar-pendar menghiasi wajah-wajah berseri meneduhkan. Mereka tak pernah letih dengan terik matahari, karena ada sayap-sayap malaikat yang manaungi tiap pijakan dalam langkah kaki mereka. 

            “Ibu, aku butuh telingamu dan tatapan sejukmu”

            Iya, aku bertemu dengan mereka. Mereka kecil-kecil dengan wajah yang bersih. Bola mata mereka bening berkilau-kilau. Lucu menggemaskan. Berjalan tanpa iringan keberadaanmu setiap hari. Tapi tahukah, mereka mengenal Tuhan mereka melebihi kenalnya aku. mereka mulia, mereka besar, mereka tinggi dengan ilmu-ilmu mereka. Aku mengerti, walau raga mereka tak selalu bersua denganmu, namun tiap helaan nafas mereka selalu kau iringi dengan doa-doamu.
Senyum dan tawa mereka seumpama kapas. Ringan. Mereka orang-orang terpilih. Sosok-sosok suci dalam keikhlasan dan ridho para kaummu. Kehidupan mereka sempurna dalam keridhoan bangsamu, ibu…
Maka kalau sudah begitu, Ridho Allah pun tak kan pernah luput pada mereka. 

            “Ibu, mereka yang mengingatkanku akan mulianya engkau, lapangnya hatimu, bijaknya sikapmu. Kau manusia tangguh. Walau aku tak sepenuhnya paham, tapi aku rasa hatimu terlampau hebat untuk menaklukkan egomu.
Ibu…,
Dalam pandanganku, seringkali cintamu tak elok, jalan kita tak searah. Maafkanlah aku…
Betapa aku malu pada mereka. Maafkan karena tak pernah mensyukuri keberadaanmu. Tak pernah menyadari sucinya cintamu. Cintamu yang tak pernah pamrih. Inginmu hanya untuk kepentinganku bukan kepentinganmu. Hanya ‘sholeh dan sholehah’. Benarlah engkau, dan tetaplah doakan anakmu ini.
Ibu…
Ketika aku serupa debu, aku tahu kau tak akan pernah meninggalkanku. Kau akan tetap disini. Melindungiku dari desahan angin dan deraian hujan deras.
Aku tahu. Aku tahu, kau akan tetap disini.”
Jazmina Shofiya
04:25
“Hatiku selalu ingin di sisimu. Tapi, ini derap kaki dalam hidup yang ku pilih”

serpihan serpihan melati dalam pena . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates