Sabtu, 6 Oktober 2014 

  Tak sabar rasanya jari ini menari-nari. Teriringi dendangan lagu syahdu pemilik bahasa rasa dan otak, hingga ia menyisakan pijakan pada karpet putih yang tergelar. Jejaknya yang senantiasa membekas mengisahkan berbagai serpihan dalam tiap tarian bait kata, juga kalimat. Aku ada disini, bersemayam, tenggelam dan melebur menjadi satu dalam tiap melodiy. Terurai dalam bait-bait kata. Sesungguhnya tiap bait menengadah, memohon izin tuk senantiasa ternaungi dalam keridhoan Ilahi Robbiy. 

            Seperti tahun-tahun lalu, hari kemenangan ini hanya ternaungi oleh doa orang-orang terkasih dari balik hamparan lautan disana. Berteman senyuman penuh cinta dalam lukis bayangan. Walau tak terlukis nyata pada binar, tak ada hijab yang menghalangi kebahagiaan dan cinta, sejauh apapun raga dalam kebersamaan. Karena cinta dan kebahagiaan ada disini, dan akan selalu terasa disini. Hati.

            Bagaimana, apa kau tetap tersenyum ?

Ah, tentu saja takbir itu menghadirkan keharuan yang mendalam. Bersyukurlah, lagi-lagi kau menjumpai kerinduan yang mungkin tak kau temui jika tak begini. Karena untuk mengetahui sebentuk rasa, ada cobaan yang mesti dapat terlalui dahulu, dan karena kenikmatan yang paling indah akan kita jumpai ketika kita telah bersusah payah dalam lelah. Nikmati tiap jejak langkah yang terlalui, nikmati perihnya telapak kaki karena kerkikil dan bebatuan, disanalah letak kebijaksanaan. Ujian kasih sayang dan kerinduanmu ini belum seberapa dibandingkan dengan ujian kasih sayang yang menimpa seorang ayah yang harus menyembelih anaknya sendiri. Maka tersenyumlah, dan lihatlah… banyak hal baru yang menanti ! 

            Seumpama jejeran semut, kau dan teman-temanmu berbaris rapi. Bibir bergerak-gerak tak henti menyerukan takbir. Memecah heningnya malam. Ramai merayakan kemenangan. Anak-anak kecil, berlari keluar rumah mereka masing-masing, mereka penasaran dengan seruan kalian. begitu juga dengan remaja dan orang tua, mereka berkumpul memenuhi jalanan. Bertakbir bersama. 

            “Hei, kau mendengarnya ?” angin menyapamu. Kau menoleh sedikit melongo. Ragu-ragu, apa benar ia angin.
            “Hei, jangan melongo begitu. Ini benar aku !” dia meyakinkanmu. “Aku hanya ingin mengatakan bahwa kau tak sendirian. Bahkan, kau lebih banyak memiliki teman. Lebih ramai. Berbahagialah.”
            “Angin benar.” Malam ikut-ikutan menyapamu. Kau sedikit terperanjat sebenarnya, tapi hanya sesaat saja. “dalam gelapku ini, kau tak akan takut, karena ada banyak orang yang menemanimu. Sesungguhnya kau lebih banyak memiliki teman disini. Malam ini, aku akan menyejukkan mu.” Malam melanjutkan dengan senyum manis. Ah, aku tahu kau tengah terpesona dengan senyumannya. Malam benar-benar membuatmu tersejukkan, bukan ? Pepohonan juga menyapamu, semua tiba-tiba menjadi teman, saling membagi tasbih-tasbih cinta mereka. 

            Kau memandangi langit, walau ia terselimuti gelap dan terkadang terhalangi awan, ia tetaplah biru. Ada bulan separoh disana, dan senyummu mengembang.
Aku tahu, kau bahagia…

Jazmina Shofiya
07:59

serpihan serpihan melati dalam pena . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates