Tak Lagi Bernafaskan Engkau
Seperti
yang ku katakan lalu…
Malam
itu, ku putuskan untuk tak lagi bernafaskan engkau.
Tidak.
Aku hanya tak tahu menahu bagaimana seharusnya.
Biarkan
saja semua sangka mu singgah atas namaku. Tak ada alasan untukku menggelengkan
kepala atau melambaikan tanganku mengelak.
Jika
kau kata pupus,
Mungkin
ia hanya menguap, seperti embun yang melayang-layang, beterbangan riuh
mengangkasa. Ya, embun. Dingin, sejuk, lalu… kedamaian akan menyapamu.
Kau mengerti
embun kan ? ia tak menghilang. Hanya saja, ia menguap, menjelma menjadi bentuk
lain. Tak pernah hilang, uapnya membawa keindahan baru, membentuk
awan-awan, memupuk seluruh kerinduan. Kerinduan
yang dalam. Ia tak akan pernah hilang.
Dengarkan
aku, aku hanya ingin memahami rasaku, perasaanku sendiri. Begitu juga kamu. Pahamilah
rasamu, kenali perasaanmu. Karena itulah ku putuskan untuk tak bernafaskan
engkau. entahlah… tapi, barangkali inilah cara menemukan kejujuran itu.
Aku tak
tahu, kau memahaminya atau tidak, karena hati kita tak selalu sama.
Aku tahu,
mungkin hari-hari akan terasa berat, malam-malam akan menjadi memilukan, kelam
dan menakutkan. Nafas kan terasa sesak dan berat. Namun, bukankah kenikmatan
itu selalu terasa ketika perjuangan pahit nan melelahkan itu kita lalui ?!
Rasakan,
aku ingin kau tak bergidik. Cukup kau rasakan sejuknya hingga kau temukan
ketenangan, kedamaian, kemudian sempurnalah jalan itu membentang di hadapmu. Jalanan
yang terang dengan cahaya-cahaya menghiasi setiap sudutnya.
Jalan
menuju kejujuran rasamu dan rasaku…
Jazmina Shofiya
10:06