Seperti yang ku katakan lalu…

Malam itu, ku putuskan untuk tak lagi bernafaskan engkau.
Tidak. Aku hanya tak tahu menahu bagaimana seharusnya.

Biarkan saja semua sangka mu singgah atas namaku. Tak ada alasan untukku menggelengkan kepala atau melambaikan tanganku mengelak.

Jika kau kata pupus,
Mungkin ia hanya menguap, seperti embun yang melayang-layang, beterbangan riuh mengangkasa. Ya, embun. Dingin, sejuk, lalu… kedamaian akan menyapamu.

Kau mengerti embun kan ? ia tak menghilang. Hanya saja, ia menguap, menjelma menjadi bentuk lain. Tak pernah hilang, uapnya membawa keindahan baru, membentuk awan-awan,  memupuk seluruh kerinduan. Kerinduan yang dalam. Ia tak akan pernah hilang.

Dengarkan aku, aku hanya ingin memahami rasaku, perasaanku sendiri. Begitu juga kamu. Pahamilah rasamu, kenali perasaanmu. Karena itulah ku putuskan untuk tak bernafaskan engkau. entahlah… tapi, barangkali inilah cara menemukan kejujuran itu.

Aku tak tahu, kau memahaminya atau tidak, karena hati kita tak selalu sama. 

Aku tahu, mungkin hari-hari akan terasa berat, malam-malam akan menjadi memilukan, kelam dan menakutkan. Nafas kan terasa sesak dan berat. Namun, bukankah kenikmatan itu selalu terasa ketika perjuangan pahit nan melelahkan itu kita lalui ?!

Rasakan, aku ingin kau tak bergidik. Cukup kau rasakan sejuknya hingga kau temukan ketenangan, kedamaian, kemudian sempurnalah jalan itu membentang di hadapmu. Jalanan yang terang dengan cahaya-cahaya menghiasi setiap sudutnya.

Jalan menuju kejujuran rasamu dan rasaku…


Jazmina Shofiya
10:06

serpihan serpihan melati dalam pena . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates