Selasa, 26 Mei 2015 

            “Ku kira senyummu akan pudar sore ini”

            Aku menggeleng, “Tidak, mana mungkin aku tak bahagia melihatmu. Tetaplah disini ada banyak yang inginku ceritakan kepadamu…”

            “Ya, tentu. Tentu saja aku akan selalu bersamamu. Kapanpun kau mau, aku pasti akan datang. Tenang saja” Dia tersenyum memandangku. 

            Lalu, Dia merangkulku, “Aku tahu semuanya… tolong kuatlah !” kali ini, ditepuk-tepuknya pundakku. Aku hanya terdiam dan menunduk. Rasanya ada bulir-bulir bening di kedua bola mataku hingga semuanya tampak buram, kemudian dadaku terasa sesak dan tenggorokanku sakit seolah ada sesuatu yang tertahan. Ah, aku tak ingin menangis, aku tak ingin menangis dihadapannya. Bukankah sudahku katakan tidak mungkin aku tak bahagia jika melihatnya ?

            “Sudahlah, kau tak perlu berbohong. Aku tahu semuanya…” Dia kembali merangkulku. Aku masih diam membisu, meringkuk lemah dipelukannya dan air mataku benar-benar tumpah.

            Dia mengajakku menjejak rasa sore ini. Pada matahari yang bersembunyi dibalik awan, pada aroma debu yang menguap, pada air yang berjatuhan satu-satu. “Hujan selalu indah untuk ditepekuri, ia mengajakmu menyelami rasamu.” Begitu katanya.  Akupun mulai bergerak, duduk bersisian disampingnya. Kupejamkan mataku, aku ingin berjalan-jalan menyusuri rasaku bersama syahdunya irama rerintik. 

            Sesungguhnya, aku tak perlu banyak mengoceh untuk sekedar bercerita kepadanya. Cukuplah dengan duduk bersisian sambil menekuri keindahan ini, ia tahu segala rasaku. Aku tahu akan selalu seperti ini. Dan pada moment ketika aku mulai menjejaki rasaku satu persatu inilah, ia mulai bercerita banyak hal. Cerita yang benar-benar aku butuhkan. Jadi, bukan aku sesungguhnya yang bercerita banyak, melainkan dia…  . Hebatnya, dia selalu bercerita semua tentang kegelisahanku. Seperti sore ini… 

            “Memang beginilah, tak ada yang abadi di dunia ini, semua akan berubah dan hilang, karena sesungguhnya keabadian hanya milik Tuhan. Konsep ini sudah sering kau tahu kan…
Begitu juga rasa… . Rasa yang bersemayam dihatimu itu.” 

“Malah, ialah yang paling rentan menuai perubahan. Sebentar-sebentar kau akan merasakan cinta, senang, lalu berubah menjadi bosan, sedih, benci, pahit, manis dan lainnya. 

            Mungkin kegelisahan yang kau rasakan sekarang ini, tentang berubahnya rasa yang bersemayam dihatimu itu bukan ?

Ya..ya, mungkin kau masih diliputi rasa cinta dan sayang kepadanya, tapi kau tak tahu menahu bagaimana bentuknya sekarang, lalu kau diliputi kebingungan. Kau merasakan hal yang aneh, bahwa dia, seorang yang kau titipi hatimu tak lagi sama, ia berbeda dalam pandanganmu. Tak lagi kau berjalan bersisian sambil tertawa dan bercanda bersama, pikiran-pikiranmu tak lagi sama. Lalu, kau bertanya-tanya, haruskah komitmen yang telah kau bangun berdua menjadi korbannya ?! kau ingin sekali menanyakan bagaimana kabar cinta dan sayang dihatinya bukan ?! 

            Ah, aku tahu kau masih merasakan cinta dan sayangnya yang tulus, aku tahu kau masih merasakan kejujuran rasanya. Tapi, ada pula yang berbeda. Bagimu, cinta dan kasih sayang tak hanya diucapkan dari lisan…, melainkan ia juga perlu dibarengi tingkah laku yang benar, saling menjaga satu sama lain. Bagaimana mungkin kau bisa menjaganya sendiri ? itu yang kau gelisahkan bukan ?! sudahku bilang, aku tahu…, kau tak perlu berbohong. 

            Sayang, dengarlah… hanya Tuhan yang Maha membolak-balikkan hati. Maka, hanya kepadaNyalah kita memohon segala sesuatunya, tempat kita menitipkan hati kita, bukan kepada lainnya. Karena jika kau titipkan kepada selainNya, beginilah jadinya. Kau diliputi gelisah dan sakit bertubi-tubi. 

Sayang, tak ada luka yang tak terobati. Semua akan baik-baik saja, hanya saja butuh waktu untuk memulihkan semua luka seperti sedia kala. Jangan marah kepada siapapun, kau harus belajar memaafkan, semua orang tentu saja punya kesalahan, begitu juga kau yang tak pernah luput dari kesalahan. Kau juga harus belajar memaafkan dirimu sendiri jika kali ini kau marah kepada dirimu. Tentu saja dengan terus lebih baik dan tak mengulangi kesalahan yang sama. 

Kau ingat tidak, ada seseorang yang telah menasehatimu seperti ini, “Jangan mencintai seseorang terlalu besar, cintailah dengan sederhana. Cintailah dengan sedang-sedang saja, karena bisa jadi orang yang kau cintai itu berubah menjadi orang yang sangat kau benci. Begitu juga sebaliknya, jangan membenci dengan berleihan karena kebencianmu bisa berubah menjadi cinta. Jika kau ingin membenci, yang boleh kau benci hanya sikap buruknya saja.”[1]

Atau sahabatmu pernah menasehatimu juga, “Bersabarlah, hati yang lembut dan tulus untuk orang yang tulus. Kitalah yang menentukan hati kita untuk didapatkan siapa nantinya…”[2]

Begitulah,

Cepat sekali hati itu terbolak-balik. Tak ada yang abadi didunia ini.

Seperti yang kau lihat sore ini, kau tak mendugakan akan turunnya hujan ini ? karena kau rasa, langit tak begitu mendung, dan matahari tampak tak malu-malu, tapi ternyata hujan sore ini cukup deras.” 

Benar.
Dia sungguh benar tentang semua yang diucapkannya.

Sesenggukan aku memeluknya, air mataku semakin deras saja. Dia membelaiku lembut dan berujar, “Tak apa-apa kau menangis. Berdamailah pada semua yang telah terjadi. Tak perlu seketika, pelan-pelan saja…”


“Jazmina Shofiya”
  


[1] Ustadz. Turmuzi
[2] Sarah

serpihan serpihan melati dalam pena . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates