Hujan Lagi...
Sabtu,
02 Mei 2015
“Coba
saja terus, pasti nanti jawabannya ketemu, matematika memang harus banyak
berlatih…” Begitu sayup-sayup ku dengar suara perempuan kecil itu pada lelaki
di hadapannya. Laki-laki itu tampak kusut, ada banyak soal matematika yang
belum bisa ia pecahkan. Otaknya memang bebal kalau urusan ilmu eksak seperti
matematika dihadapnnya itu, makanya ia mengambil konsentrasi bahasa sebagai
jurusannya, tapi ternyata ada bidang studi matematika juga yang harus di
ujikannya di ujian nasional nanti. Ah, untung saja ia bertemu dengan perempuan
yang bersamanya sekarang ini. Perempuan yang konsentrasi pilihannya adalah IPA,
maka matematika pastilah sering ia otak-atik di kelasnya. Dan yang ia tahu,
perempuan ini juga bebal dalam urusan bahasa Arab. Seperti dua kutub magnet
sama dipersatukan, akan selalu terpental dan tak menyatu, begitu perempuan itu mengibaratkan
dirinya kalau belajar bahasa Arab. Dan ternyata bahasa Arab yang ia tak bisa
itupun adalah salah satu bidang studi yang di ujikan untuknya. Tepat sekali
pertemuan mereka. Sama-sama saling membutuhkan, mereka bisa barter ilmu. Sore ini,
giliran perempuan ini yang mengajari matematika. Jadilah mereka berdua sampai
menjelang gelap mala mini masih berada di kelas.
Awan tampak gelap di cakrawala, sementara dua orang yang berada di
kelas itu terus saja berdiskusi ria. Mereka tak menyadari bahwa sebentar lagi
hujan akan segera turun dengan deras. Sore waktu itu, maka mereka hanya
mengira, ya… sebentar lagi gelap, tapi mereka berdua masih enggan mengakhiri
diskusi itu. Wajar saja, keduanya memiliki rasa. Rasa yang tak wajar. Ada cinta
yang menyentuh permukaan hati masing-masing, membuat keduanya sulit beranjak. Ah,
ternyata…
Tik…Tik…Tik… zzeerr… hujan turun deras sekali membuat keduanya
tertegun. Laki-laki itu beranjak, ingin melihat keluar kelas sebentar.
“Lho, hujannya deras sekali. Bagaimana ini ?” Tukasnya.
Perempuan dihadapannya mengangguk, ada sedikit rasa cemas di bola
matanya. Bagaimana ia pulang nantinya? Sementara gelap sebentar lagi
menyelimuti hari.
“Aku tak menyadari, kalau sejak tadi awan begitu gelap dan rintik
hujan turun…” Tukas laki-laki itu lagi sambil tertawa dan menggaruk rambutnya
yang tak gatal. Dia salah tingkah. Perempuan itu mengangguk ikut salah tingkah.
Mereka berdua tertawa bersama.
“Besok saja kita lanjutkan diskusinya. Aku harus segera pulang.” Perempuan itu
mengakhiri diskusi mereka dan segera merapikan buku-buku yang berserakan di
meja. Laki-laki itu ikut merapikan buku-bukunya.
Mereka berdua segera beranjak keluar. Mencari ide agar bisa segera
pulang. Hujan kian lama kian deras, sampai akhirnya mereka putuskan untuk tetap
saja menerobos derasnya hujan.
“Eh, kau… terimakasih dan… hati-hati !” tersipu laki-laki itu
mengucap perpisahan. Perempuan itu mengangguk sambil tersenyum, “Iya, kamu juga….”
Ada buncah kebahagiaan di hati keduanya.
*
“Aku jatuh cinta padamu
Pada titik-titik hujan di penghujung senja saat itu
Atau bahkan seblum-sebelumnya.
Tak tahu persis kapan dan dimana.
Tetap saja, aku jatuh cinta padamu.
Lalu,
hujan itu telah beranjak jauh meninggalkan hari-hariku dan
hari-harimu
namun,
tak ada cintaku yang beranjak pergi untukmu.
Hujan-hujan akan terus mengisahkanmu.
Rintiknya tetap mendendangkan namamu.
Dan aku…
Mulai melafazkan namamu, mengadukanmu pada Tuhan kita.
Karena aku tahu,
Hujan selalu berbaik hati mengantarkan tiap bait doaku pada
keharibaanNya.
Tetap saja, aku mencintaimu.”
17:56
Jazmina Shofiya
“Hujan lagi lagi mengisahkan kamu.”