Hai...
Senin,
04 Mei 2015
Hei,
apa kabar ? apa kau baik-baik saja ?
Ah, lucu sekali. Bahkan aku tak
mengerti apa yang harus ku katakan untuk menyapamu lagi. Semua dariku mungkin
tak lagi penting untukmu. Mau bagaimana lagi, itu hatimu dan aku tak memiliki kuasa
apapun untuk membolak balikkannya agar menjadi seperti hatiku yang selalu
mencintaimu.
Hei, apa yang sedang kau lakukan ?
apa kau memikirkanku ?
Ah, mungkinkah kau memikirkanku
sedang waktumu terlalu padat untuk hal-hal yang terlalu penting. Sedang aku ?
itu hanya akan membuang-buang waktumu saja bukan ?! Yang hadirnya selalu
merepotkan dan menyusahkan hari-harimu. Kau harus mengurusi ini dan itu,
ditambah urusan kuliah, keluarga, pekerjaan, sedang aku ?? ouch, terlalu tak
penting dan menguras banyak waktu sia-sia. Kau akan sangat kelelahan walaupun
tak pernah kau tampakkan lelah itu di garis wajahmu, aku tahu kau terlalu
lelah.
Hei, tidakkah kau menyempatkan
sedikit saja waktumu untuk mendoakanku ?
Apa untuk hal yang satu itu kau juga
tak lagi sempat melakukannya? Tak lagi sempat untuk sekedar menyisakan sedikit
helaan nafasmu untuk melafazkan namaku pada Tuhan kita ? jika iya kau tak
sempat, mungkin kau memag benar-benar terlampau lelah. Kelelahan yang akut pada
hati yang retak dan terlampau sakit. Aku tak menyalahkanmu, apapun yang terjadi
padamu sekarang atas segala rasa dan cintamu adalah karena salahku. Terlalu
egois menyambut ketulusan yang kau hadirkan. Tak pernah benar-benar menghargai
seluruh cintamu seutuhnya. Maka wajar saja jika sepenuhnya hatimu tak tersisa
lagi untukku.
Hei, apa kau marah dan membenciku ?
Kau tahu tidak, saat ini di jari
tengahku yang kiri ada goresan garis putih kecil yang tampak jelas di kuku
milikku. Kata mereka, konon ada cerita mitos tentang hal itu bahwa seseorang
yang memiliki goresan putih di salah satu kuku jari-jari tangan mereka di
sebelah kiri, ada seseorang yang membencinya. Sedang jika goresan itu ada di
salah satu kuku jemari mereka yang kanan, ada orang yang mencintai mereka.
Sebenarnya aku tak ingin percaya hal itu, tapi entah kenapa ketika tahu mitos
itu dan terjadi pada diriku sendiri, aku mulai memikirkanmu. Mungkinkah kau
terlampau lelah, lalu kau marah dan mulai membenciku ?! aku sangat takut
membayangkan semua itu.
Maafkan aku, karena kelambananku
menyadari banyak hal. Menyadari keindahan cintamu, ketulusan rasamu, dan
seluruh pengorbananmu demi cintamu padaku. Maafkan karena kelambananku
menyadari keegoisan sikapku. Ya, mungkin sejatinya hanya keegoisan dan kesombonganku
terlalu melekat bersamaku, hingga aku tak pernah benar-benar membuka mata
hatiku. Kau pasti tahu, bahwa aku sering sekali mengungkapkan aku mencintaimu,
tapi aku tak pernah benar-benar peduli terhadap seluruh rasamu padaku. Benar
sekali bahwa kesombongan akan selalu menolak kebenaran-kebenaran yang ada.
Maafkan aku jika sudah terlambat untuk menyadari semuanya.
Hei, kau tahu…
Perempuan selalu ingin dicintai
seutuhnya. Tak boleh ada dia, dia, dia dan dia. Perempuan hanya ingin dia
seorang. Pada lelaki setia.
Yaaah,
Egois. Sombong. Dan itulah aku. Pencemburu berat. Maafkan seluruh keburukan
ini.
Apa aku benar-benar sudah terlambat
?
Ketika kau telah beranjak pergi.
Ketika yang hanya bisa kulihat adalah punggungmu yang semakin lama semakin
menjauh, saat itulah mataku mulai terbuka. Seluruh malam terasa menyesakkan
karena mata sulit sekali terpejam. Nafas terasa berat sekali untuk menghela. Ada
kau. Ada kau. Ada kau. Dimanapun ada kamu. Gelap malah semakin mengukir jelas
tiap bayang wajahmu.
Aku mulai menyadari, betapa beratnya
hari-harimu karenaku. Betapa sakit perasaanmu selama ini karena setiap hatimu
ku retakkan perlahan-lahan. Ternyata cintaku tak mampu seindah cintamu selama
ini. Ternyata cintaku menjadi bomerang untukmu. Sekarang, ternyata ternyata
ternyata mulai bermunculan satu persatu… ternyata semua kesakitanmu karenaku.
Dan…, Hei…
Apa yang mesti kulakukan untuk
menebus seluruh kesakitanmu itu ? sesungguhnya tak ada yang bisa kulakukan
untuk memoles kembali hatimu yang ratak, karena ia tak akan pernah mulus dan
indah kembali. Apa aku tak boleh lagi
mencintaimu ? tapi bagaimana, aku tak mampu menolak rasa cinta ini karena bukan
kuasaku.
Lalu, apa aku harus menyerah ?
Baiklah. Akan ku coba untuk
memperbaiki seluruhnya. Mencoba untuk mengendalikan keegoisan dan kesombongan
ini. Walaupun mungkin tak mampu hilang begitu saja, tapi aku ingin belajar.
Aku menyerah dan melepasmu. Sulit
sekali ketika hari-hariku tak lagi bernafaskan engkau. tapi bagaimanalah,
hadirku akan membuat hari-harimu terkepung dan terbatas, lalu boomerang
kapanpun bisa menikammu dari arah mana saja. Aku tak ingin cahayamu redup
bahkan padam. Tak ingin mengukir luka lebih dalam, karena bencimu tak pernah
sanggupku pikul. Tak ingin membuat semakin retak hatimu. Tak ingin.
Lalu, aku menyerah…, tapi tidak !
mungkin lebih tepatnya aku memasrahkan seluruhnya pada Dia. Bagaimanapun juga
kau benar, “Sejauh apapunku pergi dan menjauh, kita akan bertemu di suatu titik
kebahagiaan sejati milik kita berdua jika Tuhan telah menghendaki.” Ya. Kau
benar. Benar sekali. Tapi akupun harus siap menyiapkan hatiku jika ternyata kau
memilih bidadarimu selainku. Yang kau katakan… kau nyaman dengannya dan seluruh
yang berhubungan dengannya pada nahkoda kapal syurgawi yang kau rasakan.
Sejujurnya, semuanya tak semudah yang kau kira. Semuanya menyesakkan. Semuanya
menyesakkan.
Hei…
Dan yang kulakukan hanya menengadah,
bersujud, mengajukan proposal cintaku untukmu pada Tuhan, sudilah kiranya Tuhan memberikanmu untukku. Jangan larang aku untuk memintamu,
karena hanya itu yang mampu kulakukan dalam diamku. Dalam rinduku yang
terlampau dalam.
08:16
Jazmina Shofiya
“Karena kaulah yang memperkenalkanku dengan cinta Adam dan Hawa”