With Bunda Helvi Tiana Rossa
Sabtu, 09 Mei 2015
Segala
puji bagi Allah SWT. atas segala nikmat yang tak pernah kering Ia sirami untuk
hamba-hambaNya. Semoga kita termasuk hambaNya yang tak pernah lelah untuk
bersyukur, bukan hambaNya yang kufur Aaamiiin.
Hikmah sayyidul ayyam di bulan Rajab
yang mulia, Alhamdulillah Jum’at tanggal 8 Mei kemaren berkesempatan hadir di
acara dialog sastra bersama bunda Helvi Tiana Rossa, seorang perempuan tangguh
yang selalu menginspirasi lewat berbagai tulisan-tulisan beliau, salah satu
penulis idolaku. Aku tak pernah menyangka sebelumnya bisa bertemu langsung
dengan seorang penulis sekaliber beliau, pendiri Forum Lingkar Pena di
Indonesia dan beliau adalah kakak kandung dari Bunda Asma Nadia yang juga
seorang pejuang dan penulis terkenal.
Sejujurnya, aku mengenal beliau
sudah sudah lama, kalau enggak salah sejak duduk di bangku Madrasah Ibtidaiyyah
kelas tiga dahulu. Walaupun tak pernah bertatap muka langsung, tapi aku
mengenal beliau dari berbagai karya yang beliau tulis di majalah Annida. Ya, sejak
kecil kedua orang tuaku secara tidak langsung sudah membuatku dan
saudara-saudaraku menyukai buku, membudayakan membaca dengan selalu memberikan
kami hadiah berupa buku bacaan jika kami berprestasi. Atau, aku ingat sekali, bapak
akan selalu memilih toko buku sebagai tempat wisata yang paling menyenangkan
jika liburan telah tiba. Makanya aku jadi sangat menyukai buku cerita.
Akan ku ceritakan sedikit mengenai
perkenalanku dengan majalah Annida. Waktu itu, sejak masih di kelas tiga
Madrasah Ibtidaiyyah aku senang sekali membaca majalah adekku yang masih
sekolah di Taman Kanak-kanak (TK). Aku selalu tak sabar menanti majalah baru
dari sekolahnya. Aku ingat, kalau tidak salah nama majalahnya Neka. Di majalah
itu banyak gambar-gambar, lalu percakapan berupa komik, dan tugas-tugas
sederhana seperti menyambung tulisan, mewarnai gambar, menghafal doa
sehari-hari dan latihan membaca. Seringkali, akulah yang mengerjakan
tugas-tugas yang ada di majalah Neka tersebut. Tanpa aku sadari, ternyata ibuku
memperhatikan tingkahku, dan pada suatu hari ibuku menawariku untuk
berlangganan majalah Annida. Kebetulan, ibuku juga sedang berlangganan majalah
Ummi di salah satu guru kursus Aritmatika sempoaku, guruku itulah yang juga
menjadi agen majalah Annida. Tak berpikir panjang, aku langsung mengiyakan
untuk mau berlangganan majalah Annida. Di bayanganku saat itu, majalah Annida
tak jauh beda dengan majalah Neka milik adekku, banyak gambar warna-warni
dengan tuga-tugas sederhananya. Tapi, setelah bertemu dengan majalah Annida langsung,
aku sedikit kecewa, “Kok enggak ada gambarnya?”, “Kok banyak tulisannya?”,
“Komiknya Cuma satu lembar aja, Cuma di Senyum Nida doank…” begitu protesku.
Jadi, awal-awal mengenal majalah Annida dulu, aku hanya membaca sedikit saja,
Cuma di rubrik Senyum Nida dan cerpen-cerpen yang kira-kira gambarnya
bagus-bagus. (Hehehe maklum masih kecil) aku pikir, bagaimana mungkin bisa
membaca satu majalah itu dalam sebulan ? tulisannya aja kecil-kecil ?!. Ibuku
bukan tipe orang yang banyak omong, mungkin beliau tahu kalau anaknya cuma
membaca sedikit saja dari majalah yang beliau berikan, tapi ibuku tetap saja
memberiku majalah itu tiap bulannya. Sampai suatu hari, guruku bertanya perihal
majalah itu. Apa aku senang membacanya? Atau bagaimana cerita bulan ini? Aduuuuh,
malu donk kalau enggak bisa jawab.
“Yang
namanya majalah, tak harus dibaca runut dari awal sampe akhir, tapi baca aja
sesuakanya. Kan ada rubric-rubriknya di pojok atas…” begitu tukas guruku. Aku
ingat betul apa yang beliu katakan.
Sejak itu, aku mulai memperhatikan tiap majalah Annida yang aku punya.
Memastikan kebenaran apa yang dikatakan guruku. Ternyata benar. Sejak saat itu
pula aku bertekad untuk harus banyak membacanya lagi. Harus benar-benar membaca
tiap rubriknya selama satu bulan, walaupun yang sering terlewati adalah rubric
“Story” soalnya itu menyajikan sebuah cerpen yang ditulis dengan bahasa
inggris, Ha..ha.. >_<
Lama-kelamaan, aku mulai terbiasa
dengan majalah Annida. Mengenal satu persatu penulis hebat. Bunda Helvi Tiana
Rossa, Gola Gong, Dian Yasmina Fajri, Bunda Asma Nadia, Joni Ariadinata, Afifah
Afra Amatullah, Bunda Pipit Senja, Dll. Dari kebiasaan membaca majalah Annida
juga, akhirnya aku terinspirasi untuk menulis. Jadi sejak masih di madrasah
Ibtidaiyyah, aku sudah mulai menulis cerpen. Mulai terbiasa pula membaca novel,
bisa jadi, aku bisa saja menghabiskan satu novel dalam sehari kalau mood. Begitulah
cerita perkenalanku dengan Bunda Helvi. Mengenal beliau sejak dulu tanpa pernah
memandang wajahnya secara langsung, dan ternyata ketiaka sekarang usiaku sudah
akan 23 tahun, aku baru bisa bersua dengan beliau. Berphoto berduaan pula. Ya,
kita memang tak pernah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Siapa tahu
nanti, akupun bisa mengikuti jejak beliau. Menjadi seorang penulis perempuan
yang bisa memegang tangguh prinsip-prinsip keislaman, yang juga menulis adalah
bentuk jihad beliau di jalan Allah, menegakkan agama Allah, senantiasa membawa
kebaikan, menginspirasi banyak orang. Bukankah, sebaik-baik kamu adalah yang
paling bermanfaat untuk orang lain ?
Semoga Ridho Allah selalu menyertai
Bunda Helvi. Semoga segalanya berkah dan menjadi amal jariyah yang bisa
menyelamatkan di dunia dan akhirat.
Dialog Sastra Bersama Bunda Helvi Tiana Rossa
“Jika kita bersungguh-sungguh, maka
kita pasti akan menemui jalannya” deretan motivasi dalam kata yang menggugah
hati untuk terus bersemangat dan tak putus asa. Itulah yang diutarakan bunda
Helvi di awal dialog sastra ini. Beliau menceritakan sekilas perjalanan panjang
yang beliu lalui hingga bisa menjadi seorang bunda Helvi yang seperti saat ini.
Kesuksesan sebagai penulis seperti yang kita lihat sekarang bukan tak serta
merta beliau raih, melainkan karena melalui proses panjang yang berdarah-darah.
Lalu, beliau utarakan tanda-tanda
buku yang bagus. Yang pertama adalah bisa membuat kita bergerak. Bergerak untuk
semakin menjadi lebih baik, bukan sebaliknya. Kedua, bertahan dan terus dibaca.
Artinya, ia tak lekang oleh waktu. Mungkin boleh dikatakan dinamis. Semua
orang, dizaman apapun akan terus membacanya.
Buktinya
saja, seperti salah satu karya beliau yang berjudul “Ketika Mas Gagah Pergi”, insyaAlloh
sebentar lagi filmnya akan segera tayang. Karena saat ini sedang dalam proses “kita
buat bersama-sama”. Karya ini beliau tulis pada tahun 1992, itu tahun
kelahiranku, berarti saat ini usianya 23 tahun sudah, dan hingga sekarang masih
fresh, bertahan untuk terus dibaca oleh siapa saja. Subhanallah…
Hal yang sungguh menginspirasiku
adalah beliau adalah seorang penulis perempuan yang memegang tangguh
prinsip-prinsip keislaman dalam diri dan karya beliau. Baginya, “jika kita
menghasilkan sebuah karya, maka bertambah pula nyawa bagi kita, terutama
seorang penulis karena umur kita akan semakin panjang. Dan jika kita menulis,
kita harus pastikan bahwa ada rekam jejak kita. Artinya, menulis tak hanya
untuk dunia kita, tapi untuk dunia dan akhirat kita. Jika sudah begitu, maka
kita tak akan menulis hal-hal tak baik yang banyak menimbulkan mudhorat. Kita
hanya menulis hal-hal yang baik dan manfaat saja. Hidup adalah sejarah dan
karya kita adalah hal yang mempertahankannya.”
Sebagaimana yang dipaparkan beliau
di awal bahwa kesuksesan sebagai penulis seperti yang kita lihat sekarang bukan
tak serta merta beliau raih, melainkan karena melalui proses panjang yang
berdarah-darah. Beliau pernah menulis berpuluh-puluh karya tapi tak jua
terkenal. Bahkan hingga saat ini. Itualah yang beliau katakan melalui proses
panjang yang berdarah-darah. Haming Way
pernah mengatakan, “kalau mau menulis, duduk dan berdarahlah.”
Berbagai perjalanan panjang dan terjal beliau lalui, entah karya
bliau pernah di plagiat orang lain, ditolak penerbit dan berbagai perjuangan
lain. Beliau adalah seorang penulis produktif dan diterbitkan sejak kelas tiga
SD, tapi tak jua terkenal. Itulah perjalanan beliau. Perjalanan panjang yang
tak mudah.
Kiat-kiat
bagaimana meniupkan Ruh yang kuat dalam sebuah tulisan :
·
Tulislah
dengan hati, karena apapun yang bersumber dari hati maka akan sampai ke hati
pula. Menulis dengan hati tidak bisa ditawar. Sedangkan membaca dan menulis
adalah suatu kebutuhan.
· Tulislah
hal-hal yang mengusik nurani, seperti tema-tema kemanusiaan, seperti TKW yang
tertindas, palestina atau tema-tema lainnya.
· Dengan
wawasan. Artinya, tulislah sesuatu yang kita sangatmengetahuinya. Supaya
bermanfaat untuk nurani dan fikriyah.
Dan untuk tulisan yang menarik dan bagus, kuncinya adalah selalu
menulis. Minimal latihan untuk menulis tiap hari. Baik itu selembar, atau
bahkan setengan lembar. Jangan lupa, bacalah karya-karya pengarang yang
terkenal karena dalam karya-karya mereka itulah semua tehnik penulisan dari
seorang pengarang terbentang.
Karakter pengarang atau gaya pengarang akan selalu terlihat dalam
karya-karya pengarang tersebut. Menurut bunda Helvi, didalam sebuah karya
seorang pengarang, selalu ada pikiran, perasaan dan tujuan pengarang. Tak ada
seorangpun yang menulis tanpa tujuan.
“Saya menulis karena saya ingin mencerahkan diri saya dan saya akan
sangat bersyukur jika itu bisa mencerahkan orang lain juga. Saya menulis itu adalah
sebagai bagian dari ibadah saya.”
^_^
“Setiap orang bisa menulis, setiap orang bisa bersastra, setiap orang
bisa membuat film. Tetapi bagaimana kita membuat itu jadi bermakna dan
bagaimana kita membuatnya menjadi bernilai ibadah disisi Allah. Semoga kita
termasuk orang yang istiqomah dan menjadi orang yang selalu menampilkan Islam
dengan baik karena Islam itu indah, Islam Itu cinta, Islam itu gagah. Tetapi
kita sebagai ummatnya sering menampakkan Islam itu menjadi kumuh, terlihat
bodoh, jadi kelihatan merusak, itu adalah karena kita.”
***
“Ketika
Mas Gagah Pergi” insyaAllah akan menjadi film pertama bunda Helvi. Film ini
bunda perjuangkan sudah 11 tahun lamanya. Menempuh jalan terjal ke layar lebar
karena bunda Helvi ingin film tersebut sesuai dengan spirit bukunya. Sebuah
karya sastra pertama Indonesia yang difilmkan dengan dana patungan pembacanya. Crowdfunding/patungan
bikin film KMGP sebagai gerakan budaya! Karena ini film kita! Kita yang
modalin, kita yang buat, dunia yang nonton! Yuk gotong royong…, berlomba-lomba
menuju kebaikan !
04:53
Jazmina Shofiya