SURAT UNTUK MALAM
Malam,
bagaimana kabarmu ?
Tahukah
aku menulis surat ini dalam kegelapan, meski ada cahaya remang-remang dari
cahaya lampu tetangga.
Sebenanya,
aku tak tahu detail apa yang tengahku tulis untukmu di lembar demi lembar ini.
Biar saja tak karuan. Mungkin aku memang ingin meracau.
Malam,
aku tak bisa tidur. Lagi. Lagi. Lagi.
Entah
ini malammu yang ke berapa. Kau malah mengundang sosok masa lalu hidupku.
Padahal aku sudah katakan kepadamu bahwa aku ingin tidur dengan tenang tanpa
ada bayang-bayangnya, jadi tolong jangan mengundangnya lagi. Tapi, kamu tetap
saja mengundangnya. Barangkali aku kurang tegas ya? Baiklah kalau begitu, kali
ini aku ingin menegaskan kepadamu dalam surat ini.
Malam,
Bolehkah
kukatakan bahwa aku membencinya?
Aku
membencinya. Benar, aku membencinya. Aku memebencinya yang menganggap cintaku
hanya sehelai kapas yang mudah diterbangkan angin. Lantas, ia biarkanku
terhempas mengikuti hembusannya. Aku ataukah dia yang pergi ? tahukah, ketika
aku terseok-seok terhempas angin, bola mataku masih memandangnya lekat-lekat.
Aku tak bisa melihat wajahnya. Dia memunggungiku, langkahnya menjauh, tak
menoleh padaku sedetikpun, dan dia pergi meninggalkanku begitu saja.
Jadi,
aku membencinya. Kenapa kau seringkali mengundang sosoknya di malam-malammu
ketika aku ingin bermimpi indah? Ketika tak ada lagi luka yang inginku ingat,
aku ingin lelap...
Bayang-bayangnya
membuatku tak bisa terlelap. Aku mengantuk, malam...
Selimut
malam kau gelar gagah. Disana garis-garis wajahnya jelas terpampang. Dan
sayangnya, garisnya tak jua pudar meski kedua mataku terpejam. Jadilah, tidurku
tak juga lelap. Pintu delusiku terhalangi wajahnya. Lalu luka kembali menganga.
Luka, yang padanya mengalir deras darah yang tak terlihat dan tersentuh adalah
luka yang barangkali menyisakan perih seumur hidup.
Malam,
Dadaku
sesak, seolah ada sesuatu yang menahan nafasku. Bersamaan dengan itu, tubuhku
gemetar. Apa ini ? rindu ataukah kebencian... sama saja. bagaimana mungkin aku
tak mampu memilah antara keduanya. Apa yang tengah terjadi ?
Malam,
“Hanya
dengan mengingat Allah hati akan tenang...”
Sejak
tadi, tak diam bibirku, melafazkan nama Allah...”Tak ada daya dan kekuatan
kecuali milik Allah...”
Aku ingin
tidur.
Malam,
Tak
apa jika ia mengira cintaku seringan kapas yang mudah terbang jauh dan pergi,
tak apa...
Jika
dengan begitu cahayanya selalu benderang, imannya kukuh teguh dan tapak
jejaknya lurus untuk Yang Esa. Cinta ingin menjaga kesuciannya, biarlah cinta
terhempas mengikuti arus hembusan angin. Biar saja...
Cintaku
butuh cintanya. Namun ia membelakangiku... kecewa. Itulah upah dari harapku
sekarang.
Jauh-jauhkanlah
aku dengannya, malam...
Agar
tak lagi ku ingat kecewa dan luka. Aku sungguh mengantuk...
Baiklah
malam...
Mari
izinkanku benar-benar pergi namun tidak mengikut hembusan angin. Aku ingin
Kalam-Kalam Tuhan membersamaiku agar tak ada lagi luka dan kecewa. Agar tak
kukatakan lagi aku membencinya. Bukan karenanya. Izinkan memurni dan hanya. Hati
dan laku bersama Tuhanku saja.
Aku
tak ingin kebencian menggerogoti hati, hingga tak ada nurani tersisa. Tak ingin
kebencian ikut serta memasuki ruang delusiku. Segeralah bawa ia pergi darimu.
Malam,
Aku
mengantuk...
Izinkan
aku terlelap dengan senyuman manis dan hati ikhlas di dadamu.
*
“Tenanglah hati..., percayalah Allah tahu yang paling baik untukmu.
Kuatladan Bersabarlah...! Karena perempuan-perempuan mulia adalah mereka yang
memiliki tingkat kesabaran tak berbatas. Berhusnuzhonlah, Allah selalu Maha
Tahu yang paling baik untukmu.”
Jazmina Shofiya
Rabu, 27 April 2016